Media lokal, Korea Times, ungkap kekhawatiran terhadap Indonesia dalam kerja sama program pengembangan jet tempur gabungan KF-X, bahkan setelah kedua pemimpin negara bertemu (Presiden Joko Widodo. Jokowi) dengan (Presiden Yoon Suk Yeol) di Seoul, Kamis (28/7/2022).
Korea Times, mengatakan bahwa pertemuan yang tidak menghasilkan solusi yang jelas untuk masalah telat bayar di negara Asia Tenggara itu.
sebelum KF-21 Boramae, KF-X telah lebih dulu dikenal sebagai program kerja sama untuk memproduksi jet tempur multiperan canggih. yang dimulai pada tahun 2001 hingga kedua negara telah menyepakati dan menandatangani kesepakatan ditahun 2010. didalam akta perjanjian tersebut, Indonesia sangat setuju untuk membiayai 1,6 triliun won, sebesar 20% pengembangan dari total biaya yang mencapai 8,8 triliun won atau US$6,71 miliar, dengan imbalan sejumlah pesawat yang diproduksi di sana untuk Angkatan Udara Indonesia.
dengan berbagai kesepakatan perjajian, maka program ini memuat klausa transfer teknologi. hanya saja, Indonesia telat membayar 800 miliar won yang dijanjikan sejauh ini sejak 2017.
Professor Riset Center for ASEAN - Indian Studies, Institute of Foreign Affairs and National Security (IFANS), Cho Wondeuk meyakini dimana setelah kedua presiden menyepakati adanya kewajaran dalam keterlambatan pembayaran dari proyek ini, dewasanya. secara strategis hubungan kedua negara dapat dipulihkan demi memperkuat hubungan strategis dari kedua negara.
"Sebab manfaat dari hubungan pertahanan antara kedua negara ini lebih besar dibandingkan dengan masalah keuangan dalam proyek ini. Kita pasti bisa menemukan jalan keluar untuk masalah ini," ungkapnya, Workshop yang diadakan FPCI dan Korea Foundation, bertema 'Assessing Indonesia-Korea Special Strategic Partnership Towards Its 50 Years Diplomatic Relation', Jumat (26/8/2022).
dia pun pastikan bahwa Indonesia akan tetap menjadi negara penting hingga kesepakatan kerja sama pertahanan di Indo-Pasifik dan Asean dapat terjalin dengan baik. "Saya pikir kita bisa mencari solusi dari masalah ini dengan mengedepankan negosiasi," ujarnya.
Pasalnya, kedua negara sangat memiliki visi yang sama dalam hal pertahanan, serta visi yang terkait dengan kondisi di Indo-Pasifik. Dia yakin dengan adanya etikat baik negosiasi antara kedua negara, masalah ini akan bisa diatasi tanpa memengaruhi hubungan baik keduanya.
